🐊 Pabrik Wood Pellet Di Jawa Barat
PerkebunanNusantara VIII adalah perusahaan Indonesia yang mengelola dan memproduksi teh kering yang ada di Jawa Barat. Proses pengolahan teh hitam di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu jenis proses tradisional dan jenis proses CTC (Crush, Tear, Curl). Sistem tahapan pengolahan secara tradisional dan CTC hampir sama, dengan tahapan terdiri dari
Pasirsar Kec. Cikarang Selatan, Bekasi - Jawa Barat Jakarta DKI Jakarta . Telepon kami telah di percaya yang telah dipercaya oleh puluhan perusahaan di Indonesia.Dalam rangka menjalin kerjasama, kami menawarkan produk-produk sebagai berikut. Perbaikan, perawatan dan perdagangan komoditas Wood Pellets. Alamat. Jl. Mujair 5 No. 330
ProsesProduksi Pabrik Wood Pellet JFE Project . Architecture Design Introduction Arabic مقدمة فى التصميم المعمارى Galala University Beras Petani di Sentra - Konsumsi Beras Penduduk Jawa Barat + Ketersediaan Beras di Jawa Barat - Persediaan Beras di Jawa Barat + + Populasi Penduduk Jawa Barat + Tingkat Kelahiran di
Dengan berkah sumber daya alam yang melimpah di Indonesia, kami berharap Barata dan Treehouz dapat bersinergi memanfaatkan kompetensi masing-masing dalam menjalankan proyek pabrik wood, baggase pellet, atau sawdust baru maupun revitalisasi di Indonesia," ucap Tan.
AlamatPerusahaan di Cilegon V No. 65.A Cikarang Bekasi Jawa Barat Indonesia Phone : 021 – 8936478, Fax : 021 - 8936480. Factory Jl. Raya Merak Km.116 Gerem Grogol Merak Cilegon Products: Wood-----Savamulya Indah PT. Head office Jl. Bukit HIjau IV/9 Pondok Indah Jakarta Phone : 021 – 75818215, Fax : 021 - 75905708
Iamenyampaikan, pada tahun 2019, Perhutani telah memulai penanaman tumbuhan biomassa di lahan seluas 20 ribu hektare dari total target 122 ribu hektare. Dari luas tanam itu, produksi kayu biomassa diprediksi sebesar 52.500 ton. Namun, pada tahun pertama penanaman diakui belum dapat menghasilkan wood pellet yang menjadi bahan baku pembuatan
PTGraha Papan Lestari, pabrik pengolahan kayu di Jalan Prof Hamka, Kota Probolinggo, ludes terbakar. Kuatnya angin membuat api terus membakar seisi pabrik.
GunungWalat, Sukabumi – Pelatihan Budidaya Kaliandra oleh PT Sosiopreneur Demi Indonesia (anak perusahaan Jawa Post Nasional) tanggal 15 – 17 September 2014 di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Berguru Ilmu Budidaya Kaliandra Merah dan Ternak Lebah Madu di Gunung Walat Sukabumi Berkalori Tinggi, Kaliandra Dijadikan Wood Pellet dan Bahan
PerusahaanKorsel kembangkan Wood Pellet di Indonesia; Krakatau Steel Ekspansi Pelabuhan Rp 1,1 Triliun; Harga Rendah, Pengusaha Ogah Pasok Wood Pellet; Kondisi EBT di INDONESIA / Renewable Energy in Ind Cara Menghitung Kubikasi Kayu Atau Volume Kayu; Arutmin Pasok 30% Kebutuhan Batu Bara PLN Tahun Ini; Wood Pellet PT INHUTANI III
gPmJub. ManufacturersWood PelletsAirex Énergie2500, rue Bernard-LefebvreLaval Québec Canada H7C 0A5Biomasse du Lac Taureau membre de Albioma1801, chemin ManawanSaint-Michel-des-Saints Québec Canada J0K 3B0Energex3891, rue Président-KennedyLac-Mégantic Québec Canada G6B 3B8GDS Énergie Route 295Dégelis Québec Canada G5T 1R1Granulco chemin du Moulin, 250Sacré-Coeur Québec Canada G0T 1Y0Granules LG750, chemin de la MoraineSaint-Félicien Québec Canada G8K 0A1Lauzon Bois énergétique recyclé2099, côte des CascadesPapineauville Québec Canada J0V 1R0Valfei / Granules de la Mauricie avenue Georges-BornaisShawinigan-Sud Québec Canada G9N 6T5Members DirectoryPlease wait while flipbook is loading. For more related info, FAQs and issues please refer to DearFlip WordPress Flipbook Plugin Help documentation.
Subang, - Industri pelet kayu wood pellet sebagai bahan energi baru dan terbarukan EBT di Subang, Jawa Barat, perlu terus dikembangkan. Bahan bakar pelet kayu sejalan dengan program Nawacita Presiden Joko Widodo Jokowi, khususnya butir ke 3, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Demikian dikemukakan Haruki Agustina, Direktur Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah Bahan Berbahaya Beracun pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK di sela-sela meninjau pabrik pelet kayu PT Gemilang MS di Desa PadaAsih, Subang, Jawa Barat, Jumat 31/1/2020. Selain ke pabrik pelet kayu, Haruki Agustina beserta rombongan KLHK, juga jajaran Kementerian ESDM Ditjen EBTKE Direktorat Bioenergi, serta perwakilan PT Energy Management Indonesia EMI meninjau pabrik kayu yang memanfaatkan pelet kayu sebagai bahan bakar. Menurut Haruki, usaha kecil dan menengah UKM pelet kayu di Subang ini cocok untuk membangun ekonomi perdesaan karena memiliki sumber bahan baku di sekitar desa sekaligus menyerap tenaga kerja lokal. “Dalam konteks lingkungan hidup pun, pelet kayu juga bagus karena berasal dari bahan baku kayu dengan sistem pembakaran yang bersih atau tidak menimbulkan polusi. Pelet kayu juga masuk dalam kategori energi baru terbarukan EBT, suatu energi alternatif untuk mengganti energi berbahan bakar fosil yang secara bertahap harus mulai kita tinggalkan,” jelasnya. Memandang lebih luas, Haruki menilai, industri pelet kayu tidak hanya cocok untuk skala kecil di desa. Pelet kayu bisa dikembangkan dalam skala nasional dengan manfaat ekonomi lebih massif dan signifikan. Ia menjelaskan setiap kota memiliki taman-taman kota dengan berbagai tanaman atau pohon di dalamnya. Nah, taman-taman kota itu memiliki potensi limbah organik seperti dahan atau ranting yang selama ini hanya dibuang ke tempat pembuangan akhir TPA sampah. Dengan membangun pabrik pelet kayu, limbah organik yang berasal dari tanaman tersebut tidak perlu dibuang ke TPA tapi dimanfaatkan, disalurkan ke pabrik pelet kayu. “Di DKI Jakarta misalnya, taman-taman kota yang ada bisa kita maintanance pohonnya di mana ada ranting-ranting dan dahan yang biasanya ditebang dan diibuang ke TPA, itu kan sayang. Padahal itu organic compound, ada nilai ekonominya jika dimanfaatkan untuk bahan baku pelet kayu,” urai Haruki. Selain memanfaatkan limbah organik taman kota, Pemda juga dapat membangun hutan industri penghasil kayu sebagai bahan baku pelet kayu tersebut. “Biofuel ini oke, lebih gampang sumber bakunya tersedia di sekitar atau renewable resources. Bangun hutan industri, maintenance rantingnya dan tinggal investasi mesin,” ujarnya. Sementara dari sisi masyarakat, rumah tangga atau warga juga harus diedukasi untuk tidak membuang ranting. Mereka harus diedukasi untuk melakukan pemilahan sampah organik khususnya yang berasal dari pohon. “Kalau di rumah tangga pemilahannya jalan, masyakarat paham setelah diedukasi, terus pemerintahnya memfasilitasi jalan sudah,” sambungnya. Haruki menambahkan, sebenarnya industri skala kecil berbasis desa untuk membangun ekonomi kerakyatan sudah banyak infrastrukturnya di pemerintah. Artinya pemerintah sudah menyediakan tools-tools nya, sekarang tinggal bagaimana membuat sebuah perencanaan untuk menyatukan antar kepentingan. “Kalau bicara industri kecil itu ada di Kementerian Perindustrian, bicara energi itu di Kementerian ESDM, bicara lingkungan ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terkait desa ada Kementerian Desa itu semua dintegrasikan untuk membangun pola pembangunan industri skala kecil berbasis desa dengan menggunakan anggaran yang ada. Tinggal kita mau atau enggak. Ini sebenarnya mendorong Nawacitanya Pak Jokowi untuk membangun masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera,” katanya. Haruki menyadari bahwa kewenangan KLHK terbatas. “Kami hanya membantu wilayah yang mempunyai masalah masyarakatnya membakar limbah untuk bahan bakar. Itu kan tidak boleh, maka kami mencari alternatifnya. Nah pellet kayu ini merupakan salah satu alternatif untuk daerah ini,” katanya. Oleh karena itu, ia kembali menekankan bahwa kolaborasi, koordinasi lintas sektoral itu yang sangat penting untuk membuat program ini menjadi massif. Program ESDM Dalam kesempatan yang sama, Agil Gozal, Analis Program Energi Baru Terbarukan EBT Kementerian ESDM Ditjen EBTKE Direktorat Bioenergi, mengatakan bahwa awal tahun ini pihaknya memang lagi mempersiapkan program pemanfaatan biomassa. “Pemanfaatan biomassa ini kami cofiring untuk PLTU, tapi memang masih dalam pembahasan. Nah ini, pelet kayu dimanfaatkan untuk thermal untuk masak contohnya di pabrik tahu. Terus ada ide juga dari PT EMI untuk membuat thermo couple untuk listrik selain untuk memasak. Ini menarik dan bisa diajukan ke direktorat bioenergy untuk dibahas,” katanya. Ia menambahkan Ditjen EBTKE Direktorat Bioenergy ESDM berperan sebagai fasilitator bagi pihak atau pemda yang mempunyai program dalam rangka menaikkan bauran energi. “Seperti pelet kayu ini masih skala kecil untuk UKM. Untuk skala yang lebih luas kita tidak bisa sembarangan harus disertifikasi, dikaji dan diujicoba,” katanya. Untuk pelet kayu ini, sambung Agil, Kementerian ESDM dan Perindustrian memang memiliki kewenangan paling dekat di samping Kementerian LHK dan Kementerian Desa. Karena manfaatnya untuk bauran energi. Di satu sisi pengguna bioenergi, biomassa pelet kayu ini adalah industri kecil, UKM, yang domainnya di Kementerian Perindustrian. Di sisi lain, Kementerian LHK terkait program penurunan emisi karbon, karena pelet kayu ini ramah lingkungan. Kemudian karena usaha ini ada di sebuah desa dan Kementerian Desa punya program dana desa bisa membantu dalam bidang pendanaan. “Sekarang kan era integrasi, kolaborasi multisektor. Bagusnya memang begitu, tapi karena melibatkan banyak pihak maka diskusinya cukup panjang,” pungkasnya. Rintisan Sementara itu, Direktur Operasi dan Pengembangan PT Energi Management Indonesia Persero, Antonius Aris Sudjatmiko menyampaikan bahwa pihaknya siap mendukung program pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan EBT, khususnya biomassa wood pellet ini. Dia mengaku, sebagai BUMN yang bergerak di bidang Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, PT EMI Persero sedang melakukan beberapa kajian dan program rintisan untuk mendorong pemanfaatan wood pellet ini untuk memenuhi kebutuhan energi domestik. "Kami sedang melakukan beberapa kajian dan rintisan agar wood pellet ini dapat menjadi sumber energi yang andal untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Mulai dari teknologi burner/tungku untuk menciptakan pasar sampai kepada menyusun sistem manajemen energi untuk mengatur keseimbangan suplai dan demand termasuk bagaimana solusi pemenuhan kebutuhan energi bagi masyarakat yang kurang mampu,” kata Aris. Lebih lanjut Aris berharap agar program pengembangan dan pemanfaatan EBT ini benar-benar menjadi perhatian serius semua pihak sehingga dapat menyelesaikan permasalahan energi terutama di sektor rumah tangga dan IKM. Sumber Suara Pembaruan Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Subang, – Pelet kayu wood pellet menjadi salah satu alternatif sumber energi yang ramah lingkungan. Untuk itu, pemerintah diminta untuk memberikan dukungan terhadap industri pelet kayu yang ada di Subang, Jawa Barat. Dengan dukungan pemerintah, industri ini diyakini bisa berkembang dan semakin banyak pengusaha kecil dan menengah UKIM terjun di bidang ini. “Sebaiknya pemerintah mendorong industri ini lebih maju daripada terus melakukan subsidi untuk migas yang mencapai Rp 65 triliun. Jika dirunut dari menanam, memproduksi, hingga memasarkan, banyak masyarakat yang terlibat dalam industri ini. Tenaga kerjanya pun tanpa butuh keahlian tinggi,” kata Dwi Sariningtyas, pemilik PT Gemilang yang memproduksi pellet kayu di Subang, Jawa Barat, Senin 20/1/2020. Sari, demikian dia akrab disapa, mengatakan, membangun pabrik pelet kayu tidak memerlukan modal besar dan bisa dipelajari dengan cepat. Pada 2014, dia hanya perlu belajar antara 1-2 bulan untuk bisa membangun pabrik pelet kayu. “Dengan modal yang terbatas dan melakukan trial and error dengan mesin skala kecil dalam dua tahun usaha saya berjalan dengan produksi mencapai 500 ton,” katanya. Sari mengatakan, dengan karyawan sebanyak 12 orang, kapasitas produksi pabrik pelet kayunya saat ini stabil antara 300 ton hingga 400 ton per bulan. Seluruh produk pelet kayunya pun habis diserap pasar dengan harga Rp “Sehingga, total dalam sebulan omzet mencapai Rp 750 juta hingga Rp 1 miliar,” ujarnya. Sari berharap ke depan pemerintah peduli terhadap industri pelet kayu mengingat penggunaan pelet kayu untuk industri lebih hemat. “Penggunaan pelet kayu untuk penggilingan beras, misalnya bisa menghemat hingga 70% dibandingkan menggunakan gas. Jika digunakan pada industri yang menggunakan kayu bakar penghematannya mencapai 20-30%,” katanya. Selain efisien, sambung Sari, penggunaan pelet kayu sebagai bahan bakar tidak menghasilkan asap berlebihan atau lebih ramah lingkungan. Usaha di bidang ini juga tidak memerlukan space yang terlalu besar dibandingkan kayu bakar belum lagi jika kehujanan. Menanggapi harapan Sari itu, Donny Yusgiantoro dari Kadin Bidang Pengelolaan Lingkungan Bersih dan Pemanfaatan Limbah mengatakan, yang diperlukan saat ini di Subang dan wilayah lain sejenis adalah konsep industri terpadu. Menurut dia, pabrik pelet kayu harus didukung pabrik-pabrik pendukung lainnya. Selain pabrik kayu, pabrik-pabrik yang menghasilkan limbah seperti jerami, dan sebagainya, bisa memasok bahan baku untuk pabrik pelet kayu. “Pengaturan sektor terpadunya masih kurang di Subang ini. Kelemahan kita memang di sektor kebijakan. Padahal pabrik pelet kayu ini kan bagus sekali, tidak mencemari lingkungan. Renewable energy,” ujarnya didampingi Miranti Serad, Wakil Ketua Komisi Tetap Pengelolaan Lingkungan Bersih dan Pemanfaatan Limbah Kadin Energi Baru Terbarukan. Donny mengatakan bahwa pihaknya akan segera mengkaji feasibility industri pelet kayu ke depan. Kadin akan bekerja sama dengan produsen atau pun pengguna pelet. “Semua aspek harus diperhitungkan tidak cuma yang tampak. Faktor ramah lingkungan juga harus diperhitungkan. Ongkos polusinya itu juga harus dihitung. Kajian yang kita lakukan nanti harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan,” ujarnya. Kebijakan pemerintah, menurut Donni, harus mengadvokasi masyarakat industri ini. Kadin akan menjembatani sektor riil seperti ini. “Kita akan melakukan berbagai kajian, tapi yang urgent adalah kajian awal dulu. Misalnya penggunaan kayu dibanding pelet kayu mana yang lebih efisien. Kita hitung juga biaya-biaya yang tidak ada rupiahnya seperti kenyamanan, kebersihannya, dan sebagainya ,” ujarnya. Sementara itu, sebagai BUMN yang bergerak di bidang Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi EBTKE, PT Energy Management Indonesia Persero atau EMI akan menjadi mitra strategis pemerintah untuk mensinergikan dan mengintegrasikan para pemangku kepentingan di sektor energi dan lindung lingkungan, mulai dari produsen, konsumen dan masyarakat luas dalam menghadapi perubahan iklim. “Masyarakat kita banyak yang sudah sadar akan pentingnya solusi energi altenatif dari sumber setempat yang ramah lingkungan sekaligus membuka lapangan kerja khususnya di wilayah pedesaan. Kita menghimpun para pemangku kepentingan terkait untuk mendiskusikan permasalahan mulai dari permasalahan energi, penggundulan hutan, pengolahan limbah, dan lainnya. Misalnya, kelompok diskusi Pojok Iklim. Kita sudah saling kenal. Sehingga suatu permasalahan lingkungan seperti kasus penggunaan sampah plastik sebagai bahan bakar bisa lekas mendapat usulan solusi karena dibahas bersama,” kata Komisaris Utama PT EMI, Sarwono Kusumaatmadja. Menurut Sarwono, industri pelet kayu sangat baik bagi masyarakat. Karena bahan-bahannya ada di sekitar mereka, proses engineering-nya pun relatif sederhana demikian teknologinya. Tidak menyusahkan dan masyarakat bisa dilatih untuk mengembangkan dan memanfaatkannya. “Dibandingkan gas misalnya yang perlu infrastruktur dan sistem distribusi yang canggih dan sangat mahal, menyebabkan energi harus dijual ke penduduk dengan harga tinggi sehingga perlu ada subsidi. Kalau bahan bakar berbasis biomassa ini pelet kayu, dari sononya sudah murah dan dimana-mana bahan bakunya ada. Kami akan duduk di EMI untuk membahas lebih lanjut bagaimana pelet kayu ini jadi memasyarakat,” ucapnya. Saksikan live streaming program-program BTV di sini
pabrik wood pellet di jawa barat